Semenjak masuk jurusan
IPA sepertinya hari-hariku semakin memburuk. Selalu merasa terbebani dan
ada yang mengganjal, ibarat sesak pup tapi gak sempat ngeluarin, resah
dan gelisah. Terbukti dengan menurunnya berat badan sehingga tubuhku
kering kerontang dan hanya tinggal tulang berlapis kulit, tanpa daging.
Begitulah kejamnya jurusan IPA. Masuk jurusan IPA adalah salah satu cara
diet yang terbaik.
Belum lagi guru dan mata
pelajarannya yang memuakkan. Sebetulnya gurunya gak dibenci, tapi tugas
dan PR yang diberikannya itu yang membuat aku benci. Berbeda dengan anak
IPS yang hari-harinya selalu menyenangkan dan enjoy tanpa beban. Kalau
anak IPA dan IPS dideretkan maka terlihat jelas perbedaan raut wajah
yang tampak. Anak IPA seperti orang yang sesak pup dan gak bisa
ngeluarin, sedangkan anak IPS seperti orang yang baru saja selesai pup.
Anak IPA juga lebih terlihat tua daripada IPS, keriput dan kerut mereka
mulai tampak. Saran aku, pakailah softex di muka kalian, kan anti kerut
tuh.
Mengherankan adalah entah
kenapa guru IPS itu semuanya enak. Mungkin karena guru sosial lebih
mengerti cara bersosialisasi dengan muridnya sehingga tercipta jembatan
keakraban dengan anak muridnya, sehingga terciptalah sistem
belajar-mengajar yang menyenangkan. Bagaimana dengan jurusan IPA?
Sudahlah pelajarannya susah, plus guru dengan muka menyeramkan, seperti
orang yang mau pup tapi air-nya gak ada. Setiap pelajaran terasa
menegangkan dan mencekam, layaknya di yaumil akhir saat penghakiman akan
dosa-dosa yang kita perbuat.
Bagaimana dengan
pelajaran di IPA atau IPS? Di IPS sepertinya lebih mudah, karena kita
melihat contoh nyata langsung dalam kehidupan sehari-hari, seperti
pelajaran sosiologi dan ekonomi. Penerapan yang jelas. Berbeda dengan
jurusan IPA yang menyiksa. Aku mulai dari Fisika yang seperti shinigami
(dewa kematian). Apa gunanya kita mempelajari tentang kecepatan,
percepatan, gaya pegas dan atau lain sebagainya yang sejenis? Jika
kalian bilang untuk mengetahui kecepatan sesuatu, oke aku terima. Tapi
bagaimana dengan penerapannya di kehidupan sehari-hari? Misalkan kita
lagi berjalan kaki, tiba-tiba ada mobil melaju dari jarak 57m. Karena
ada nenek-nenek menyeberang, mobil itu mengerem hingga berhenti. Nah
jika kita di posisi seperti itu, apakah kita mau membuang waktu kita
untuk menghitung kecepatan mobil itu. Mustahil. Mentok-mentok kita
paling lanjut jalan gak peduli. Kalaupun emang disuruh nyari tau
kecepatannya mobil itu, lebih mudah kalau kita nanya langsung sama
supirnya, toh kan ada speedometer. Pelajaran aneh. Aku lanjutin dengan
Kimia mengenai termokimia, laju reaksi ataupun kesetimbangan kimia.
Penerapannya apa? Pernahkah kalian menerapkan ilmu yang kalian dapat?
Misalkan akan membuat teh, untuk membuat teh manis, akankah kalian
menghitung berapa mol tinglat kemanisannya sehingga nanti kalian akan
mendapatkan jumlah berapa gram gula yang harus digunakan. Terus kalian
ambil timbangan, disesuaikan, dan jadilah teh tadi. Begitukah
penerapannya? Mustahil. Palingan kita bakal pakai teori dari nenek
moyang dulu, yaitu sistem perkiraan. Kalau teh masih tawar tinggal
tambah gulanya, kalau terlampau manis tinggal tambah airnya. Kalau gak
sependapat, silahkan komen nanti.
Jika kalian lebih teliti
lagi, pasti menemukan kejanggalan pada tujuan-tujuan pembelajaran pada
setiap bab yang ada. Itupun kalau kalian cerdas. Karena itulah aku jadi
malas belajar di IPA. Kalau ada ulangan orang paling santai mungkin cuma
aku. Teman sekelasku panik, dan aku cuma bisa mengatakan, "santai..Stay
Cool." Mereka pasti sudah hafal dengan kata-kata itu. Tapi kalau ada
pelajaran yang aku suka dan aku rasakan manfaat dan penerapannya, aku
akan mengikuti pelajaran itu dengan semangat. Nilai-nilai aku bakal
sangat tinggi di pelajaran itu. Orang yang memang ke sekolah ingin
mendapat ilmu dengan orang yang ingin mendapat juara emang nampak jelas.
Mmm.. Kalimat ini gak usah terlalu dipikirkan.
Masalah paling besar yang
saat ini aku tempuh yaitu sebuah keanehan. Entah kenapa pada saat ujian
mau datang, tugas semakin menumpuk, dimana kami dapat menemukan
ketenangan? Hidup emang kejam. Ralat, Guru emang kejam. Ralat lagi: guru
IPA emang kejam.
Demikianlah...Dari pojokan IPA saya Septian Arifandi melaporkan.
Comments
Post a Comment